Selasa, 10 Januari 2012

TEMPAYAN RETAK

Seorang tukang air memiliki dua buah tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, sedangkan tempayan satunya lagi tidak. Tempayan yang utuh selalu dapat membawa air penuh, walaupun melewati perjalanan yang panjang dari mata air ke rumah majikannya. Tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.

Hal ini terjadi setiap hari selama 2 tahun. Tukang air hanya dapat membawa satu setengah tempayan air ke rumah majikannya. Tentu saja sang tempayan utuh merasa bangga akan prestasinya karena dapat menunaikan tugas dengan sempurna. Di pihak lain, si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidak sempurnaan nya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari porsi yang seharusnya ia dapat berikan.

Setelah 2 tahun tertekan oleh kegagalan pahit ini, tempayan retak berkata
kepada tukang air, “Aku sungguh malu kepada diriku sendiri, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya”
”mengapa kamu merasa malu?” tanya tukang air,?”
”Aku hanya mampu, selama 2 tahun ini, membawa setengah bagian air dari yang seharusnya kubawa. Adanya retakan pada diriku telah membuat air yang kubawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, telah membuat mu rugi.”

Tukang air merasa kasihan kepada si tempayan retak, dan dengan kasihnya, ia menjawab, ”Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kau memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.” Tuhan sanggup memakai kelemahan kita untuk maksud yang indah.

Benar, ketika mereka naik ke bukit, tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan dan itu membuatnya sedikit terhibur. Namun pada akhir perjalanan, ia kembali merasa sedih karena separuh air yang dibawanya telah bocor. Kembali tempayan retak itu meminta maaf kepada tukang air atas kegagalannya. Tukang air berkata kepada tempayan retak, “Apakah kamu tidak memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu, tapi tidak ada bunga di sepanjang sisi jalan tempayan yang tak retak. Itu karena aku menyadari cacatmu, maka aku memanfaatkannya. Aku menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama 2 tahun, aku dapat memetik bunga indah untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kau, majikan kita tidak dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”

Manusia ibarat tempayan retak, namun jika kita mau, Tuhan akan menggunakan kekurangan itu untuk maksud tertentu. Dimata Tuhan, tak ada yang terbuang percuma, Jangan kwatir akan kekuranganmu, karena dapat menjadi sarana keindahan bagi Tuhan. Dalam kelemahan, kita menemukan kekuatan.