Dahulu
kota Xiangthan tidak semewah sekarang, Yuhu dikelilingi pengunungan
tinggi. Di sebelah barat Yuhu ada sebuah pengunungan yang bernama
gunung panjang umur, kenapa dinamakan gunung panjang umur?
Karena
diatas gunung tinggal seorang kakek marga Zheng yang sudah sangat
tua. Rambut dan jenggotnya semua sudah putih, tetapi badannya masih
sangat sehat, tidak ada benar-benar mengetahui umur kakek ini, ada yang
mengatakan dia sudah berumur lebih dari 140 tahun, ada yang mengatakan bahkan
lebih tua dari itu.
Dia
sendirian tinggal diatas gunung, mendirikan sebuah gubuk, setiap hari dia pergi
mencari kayu bakar, berburu, bercocok tanam semuanya dapat dilakukannya,
sayuran yang ditanamnya sangat subur.
Setiap
dia pergi berburu pasti mendapat binatang buruan, sehingga persediaan pangannya
tidak habis dimakan sendiri. Tetapi dia sendiri sangat hemat, sisa makanannya
akan dibagi kepada fakir miskin.
Setiap
ada yang datang kerumahnya meminta bantuannya, seperti tetangga, teman, walaupun
kenal atau tidak, dia akan sebisa mungkin membantu mereka. Terkadang karena
membantu orang lain, dia sendiri tidak ada makanan lagi, maka dia akan pergi
kehutan mengambil sayuran dan buah-buah hutan untuk dimakan.
Pada
suatu malam, ketika bulan purnama, dia sedang menganyam sepatu jerami.
Tiba-tiba angin bertiup dengan kencang, dijalan dia melihat ada delapan orang
sedang menuju kearahnya, diantara mereka ada seorang wanita, orang yang
berjalan paling depan adalah seorang kakek yang berjenggot putih, ditangannya
memegang sebuah pancing, dia menyapa kakek Zheng, “Sobat tua, kami kebetulan
lewat daerah ini, bolehkah kami masuk kerumahmu beristirahat sebentar
melepaskan lelah?”
Kakek
Zheng dengan gembira menjawab, “Dengan senang hati, tetapi gubuk saya terlalu
kecil, saya takut tidak muat untuk kalian semua.”
Kakek
jenggot putih menjawab, “Tidak masalah, kami berdesakan sedikit pasti muat.” Setelah
berkata demikian delapan orang ini masuk kedalam rumah, sungguh heran gubuk kecil
ini yang biasanya hanya ada tiga orang saja sudah kelihatan sangat sempit,
tetapi ketika delapan orang ini masuk dan duduk didalam gubuk kelihatan masih
lapang, kakek Zheng merasa heran.
Pada
saat ini seseorang yang bajunya compang camping, wajahnya hitam, memegang
tongkat karena kakinya pincang sedang berkata, “Sobat tua, kami sudah lapar,
apakah ada makanan yang bisa engkau sediakan untuk kami?” Kakek Zheng segera
berkata, ”Ada! Ada! kelihatannya kalian semua datang dari tempat yang jauh,
sudah lapar dan capek, kebetulan hari ini ketika saya berburu mendapat seekor
kelinci, akan saya hidangkan untuk kalian.”
Setelah
berkata demikian kakek Zheng pergi ke sebuah lemari mengeluarkan seguci arak,
dan sepiring daging kelinci yang sudah dimasak dengan harum, meletakkannya
diatas meja kecil yang terbuat dari bambu.
Seorang
pelajar yang tangannya memegang suling berkata, “Suasana malam ini adalah malam
purnama yang sangat indah, kenapa kita tidak membawa makanan ini ke tepi danau
dan menikmatinya disana?”
Seseorang
yang wajahnya brewok bertepuk tangan menyetujui saran itu, dan yang lain semua
setuju, akhirnya mereka ada yang mengangkat guci arak, ada yang mengambil
piring daging kelinci, ada yang mengangkat meja kecil menuju ketepi danau,
masing-masing memilih sebuah batu granit lalu duduk diatasnya, mulai menyantapi
makanan dan meminum arak.
Sepanjang
malam kakek Zheng sibuk melayani mereka, sebentar menyeduh teh, sebentar naik
ke atas gunung mencari buah-buahan hutan untuk mereka, keadaan tersebut berlaku
sampai subuh, kemudian salah seorang dari mereka yang memakai baju dengan
keadaan dada dan perut gendutnya terbuka berkata, “Sobat tua, engkau juga sudah
capek, sekarang bagaimana kami dapat membalas budimu, apapun permintaanmu pasti
akan kami kabulkan.”
Kakek
Zheng sambil menggelengkan kepalanya berkata, “Saya tidak mempunyai permintaan,
apapun saya tidak ingin?”
Orang
brewok ini berkata lagi, “Gubukmu sangat kecil, apakah engkau tidak ingin
sebuah istana yang besar?” Sambil tersenyum kakek Zheng menjawab, ”Bumi ini
demikian luas, gubuk kecil ini sudah cukup untuk tempat saya berteduh.”
Seorang
pendeta Tao yang membawa pedang bertanya lagi, “Sobat tua, kehidupan mewah apa
saja yang ada didunia ini terserah engkau pilih.”
Kakek
Zheng berkata” Saya memandang kemewahan dunia ini seperti sebuah tali, saya
tidak ingin kaki tangan saya terikat oleh tali ini, sedangkan nyawa, setiap
orang akan mengalami tua dan mati, ini semua adalah hal biasa yang tidak dapat
dihindari.”
Mendengar
perkataan kakek Zheng, wanita cantik ini berkata, “Wah! Kehidupan mewah dan
panjang umur engkau juga tidak menginginkannya, apakah engkau ingin menjadi
dewa!”
Kakek
Zheng berkata, “Setiap hari saya hidup dengan gembira dan bahagia sudah seperti
dewa, walaupun langit runtuh saya tidak peduli, sejak lama sudah seperti dewa
ditengah kehidupan manusia ini.”
Setelah
didesak oleh mereka semua, setelah berpikir sejenak kakek Zheng berkata,
“kalian semua mendesak saya, baiklah saya akan mengajukan sebuah permintaan.
Danau Yuhu sangat besar berjalan dari tepi danau timur ke barat memakan waktu
setengah hari, sangat tidak praktis, jika kalian dapat membangun sebuah
jembatan, maka akan sangat berguna untuk masyarakat ditempat ini.”
Orang
yang berwajah brewok berkata, “Oh itu adalah hal yang gampang! Kami akan
mengabulkan permintaanmu!”
Delapan
orang ini keluar dari gubuk kakek Zheng, sedangkan kakek Zheng tidak mengikuti
mereka keluar, dia sedang memasak air menyeduh teh untuk mereka.
Setelah
air mendidih dan teh sudah siap diseduh, dia membawa teh tersebut keluar untuk
mereka, dia melihat sebuah jembatan yang panjang diatas danau Yuhu, delapan
orang tersebut sedang berjalan diatas jembatan menuju kearah lain, kakek Zheng
mengejar dibelakang mereka sambil berteriak.
Tiba-tiba
dia melihat ada delapan gumpalan awan. Delapan orang itu sambil melambaikan
tangannya, naik keatas masing-masing gumpalan awan kemudian terbang melayang
pergi.
Kakek
Zheng kembali keatas jembatan dengan teliti dia memeriksa keadaan jembatan,
jembatan ini terbuat dari delapan keping batu granit, keadaan sangat rapi, kuat
dan jembatan ini sangat lebar.
Keesokan
harinya, masyarakat didaerah ini melihat jembatan ini, mereka semua sangat
gembira. Sesuai dengan penuturan kakek Zheng mereka semua menerka pasti semua
ini adalah perbuatan delapan dewa langit yang turun kebumi membantu mereka.
Akhirnya mereka sepakat menamakan jembatan ini menjadi jembatan delapan dewa.