Cerita Rakyat Jawa Barat
Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan
ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau
dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.
Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri
cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.
Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu
Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah
terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.
Purbasari memiliki kakak yang bernama
Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku
putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu
Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya.
Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya
mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk
memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu
juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam.
Purbararang jadi punya alasan untuk
mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi
seorang Ratu !” ujar Purbararang.
Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk
mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik
hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati
Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri.
Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha
Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.
Selama di hutan ia mempunyai banyak teman
yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya.
Diantara hewan tersebut ada seekor kera
berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada
Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan
bunga–bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung
Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia
sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung
bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan
terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat
yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui
Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku
?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan
dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula
dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia
bercermin ditelaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk
melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal.
Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling
berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula.
Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia
mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya
dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi
karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih
panjang.
“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita
adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat
kepada Indrajaya.
Purbasari mulai gelisah dan kebingungan.
Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak
seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi
monyet itu tunanganmu ?”.
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera
bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi
seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya.
Semua terkejut melihat kejadian itu seraya
bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya
selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum.
Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka
semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi
oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu
mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.