Pada
suatu masa, ada seorang wanita yang telah menjanda dan memiliki dua orang
putri. Putri tertua memiliki wajah dan perangai yang sangat mirip dengan ibunya
sehingga orang sering berkata bahwa siapapun yang melihat putri tertua
tersebut, sama dengan melihat ibunya. Mereka berdua mempunyai sifat jelek yang
sama, sangat sombong dan tidak pernah menghargai orang lain.
Putri
yang termuda, merupakan gambaran dari ayahnya yang telah meninggal, sama-sama
memiliki sifat baik hati, senang membantu orang dan sangat sopan. Banyak yang
menganggap bahwa putri termuda adalah wanita yang tercantik yang pernah mereka
lihat.
Karena
kecenderungan orang untuk menyukai hal yang sama dengan diri mereka, ibunya
menjadi sangat sayang kepada putri yang tertua, sedangkan putri yang termuda
diperlakukan dengan buruk, putri termuda sering disuruhnya bekerja tanpa henti
dan tidak boleh bersama mereka makan di meja makan. Dia hanya diperbolehkan
makan di ruang dapur sendiri saja.
Putri
yang termuda sering dipaksa dua kali sehari untuk mengambil air dari
sumur yang letaknya sangat jauh dari rumah mereka. Suatu hari ketika putri yang
termuda berada di mata air ini, datanglah seorang wanita tua yang kelihatan
sangat miskin, yang memintanya untuk mengambilkan dirinya air
minum. "Oh! ya, dengan senang hati," kata gadis cantik ini yang
dengan segera mengambil kendinya, mengambil air dari tempat yang paling jernih
di mata air tersebut, dan memberikan kepada wanita itu, sambil membantu
memegang kendinya agar wanita tua itu dapat minum dengan mudah.
Setelah
minum, wanita tersebut berkata kepada putri termuda: "Kamu sangat
cantik, sangat baik budi dan sangat sopan, saya tidak bisa tidak memberikan
kamu hadiah." Ternyata wanita tua tersebut adalah seorang peri yang
menyamar menjadi wanita tua yang miskin untuk melihat seberapa jauh kebaikan
hati dan kesopanan putri termuda. "Saya akan memberikan kamu sebuah
hadiah," lanjut sang Peri, "Mulai saat ini, dari setiap kata yang
kamu ucapkan, dari mulutmu akan keluar sebuah bunga atau sebuah batu
berharga."
Ketika
putri termuda yang cantik ini pulang kerumah, dimana saat itu ibunya
memarahinya karena menganggap putri termuda tersebut terlalu lama kembali dari
mengambil air. "Saya minta maaf, mama," kata putri termuda,
"karena saya terlambat pulang."
Saat
mengucapkan kata itu, dari mulutnya keluarlah dua buah bunga, dua buah mutiara
dan dua buah permata. "Apa yang saya lihat itu?" kata ibunya
dengan sangat terkejut, "Saya melihat mutiara dan permata keluar dari
mulutmu! Bagaimana hal ini bisa terjadi, anakku?" Untuk pertama
kalinya ibunya memanggilnya dengan sebutan 'anakku'.
Putri
termuda kemudian menceritakan semua kejadian yang dialami secara terus terang,
dan dari mulutnya juga berturut-turut keluarlah permata yang tidak terhitung
jumlahnya. "Sungguh mengagumkan," kata ibunya, "Saya harus
mengirim anakku yang satu lagi kesana." Dia lalu memanggil putri tertua
dan berkata "Kemarilah, lihat apa yang keluar dari mulut adikmu ketika dia
berbicara. Apakah kamu tidak ingin memiliki hal yang dimiliki adikmu? Kamu
harus segera berangkat ke mata air tersebut dan apabila kamu menemui wanita tua
yang meminta kamu untuk mengambilkan air minum, ambilkanlah untuknya dengan
cara yang sangat sopan."
"Adik
termuda pasti sangat senang melihat saya mengambil air dari mata air yang
jauh," katanya dengan cemberut. "Kamu harus pergi, sekarang
juga!" kata ibunya lagi.
Akhirnya
putri tertua berangkat juga sambil mengomel di perjalanan, sambil membawa
kendi terbaik yang terbuat dari perak. Tidak lama kemudian dia tiba di mata
air tersebut, kemudian dia melihat seorang wanita yang berpakaian sangat mewah
keluar dari dalam hutan, mendekatinya, dan memintanya untuk mengambilkan air
minum. Wanita ini sebenarnya adalah peri yang bertemu dengan adiknya, tetapi
kali ini peri tersebut menyamar menjadi seorang putri bangsawan.
"Apakah
saya datang kesini," kata putri tertua dengan sangat sombong, "hanya
untuk memberikan kamu air? dan kamu pikir saya membawa kendi perak ini untuk
kamu? Kalau kamu memang mau minum, kamu boleh meminumnya jika kamu merasa
pantas."
"Kamu
keterlaluan dan berlaku tidak sopan," jawab sang Peri, "Baiklah,
mulai sekarang, karena kamu sangat tidak sopan dan sombong, saya akan
memberikan kamu hadiah, dari setiap kata yang kamu ucapkan, dari mulutmu akan
keluar seekor ular atau seekor katak."
Saat
dia pulang, ibunya yang melihat kedatangannya dengan gembira menyambutnya dan
bertanya:
"Bagaimana,
anakku?"
"Bagaimana
apanya, ma?" putri tertua menjawab dengan cara yang tidak sopan, dan
dari mulutnya keluarlah dua ekor ular berbisa dan dua ekor katak.
"Oh!
ampun," kata ibunya; "apa yang saya lihat ini? Oh! pastilah adik mu
yang sengaja telah merencanakan kejadian ini, tapi dia akan mendapatkan
hukumannya"; dan dengan segera dia berlari mendekati putri termudanya dan
memukulnya. Putri termuda kemudian lari menjauh darinya dan bersembunyi di
dalam hutan yang tidak jauh dari rumahnya agar tidak mendapat pukulan lagi.
Seorang
anak Raja, yang baru kembali dari berburu di hutan, secara kebetulan bertemu
dengan putri termuda yang sedang menangis. Anak Raja tersebut kagum akan
kecantikan putri termuda kemudian bertanya mengapa putri tersebut sendirian di
dalam hutan dan menangis terisak-isak. "Tuanku, ibu saya telah
mengusir saya dari rumah."
Saat
itu, anak Raja melihat lima atau enam mutiara dan permata keluar dari mulut
putri termuda, dia menjadi penasaran dan meminta putri termuda menceritakan
mengapa dari mulutnya keluar permata saat berkata sesuatu. Putri termuda
kemudian menceritakan semua kisahnya, dan anak Raja tersebut menjadi bertambah
kagum akan kebaikan hati dan kesopanan tutur kata putri termuda. Anak Raja
menjadi jatuh hati pada putri termuda dan beranggapan bahwa putri termuda
sangat pantas menjadi istrinya. Anak Raja akhirnya mengajukan lamaran dan menikahi
putri termuda.
Sedangkan
putri tertua, membuat dirinya sendiri begitu dibenci oleh ibunya sendiri karena
kelakuannya yang sangat buruk dan di usir keluar dari rumah. Putri tertua
akhirnya menjadi terlantar karena tidak memiliki rumah lagi, dia lalu masuk ke
dalam hutan dan mulai saat itu, orang tidak pernah mendengar kabar tentangnya
lagi.