Senin, 23 Juli 2012

KISAH SEJATI: SETELAH 59 TAHUN

\
Warga Korea Utara yang berada dalam bus itu memberikan salam perpisahan kepada saudarinya yang dari Korea Selatan, sebelum kembali ke rumah setelah sebuah reuni yang mempertemukan mereka pada 1 November 2010 di Gunung Kum-gang, Korea Utara. Mereka telah terpisah sekitar 60 tahun akibat Perang Korea. 

Kim Byun-ki baru melihat saudarinya lagi untuk pertama kalinya setelah 59 tahun. Hingga tahun lalu, Kim mengira adiknya perempuannya itu sudah meninggal. Mereka bersatu kembali akhir pekan lalu untuk pertama kalinya sejak Perang Korea memisahkan keluarga mereka. Dia ditemani putranya,

Kim Jong-hwa ikut serta dalam reuni keluarga yang dimulai tanggal 30 Oktober dan akan berakhir Jumat di Gunung Kumgang, Korea Utara.

Banyak orang menangis dalam reuni itu. Para lansia pria mengenakan jas dan perempuan berpakaian tradisional Korea, mereka duduk di sejumlah meja di sebuah restoran besar. Beberapa duduk, berbicara dan bertukar foto-foto, beberapa yang lain tampak bingung saat mereka saling berpegangan tangan dan menatap wajah-wajah yang tak terlihat selama enam dekade. Keluarga-keluarga itu terpisah sejak Perang Korea tahun 1950.

“Setelah beberapa saat, ayah saya berkata bahwa mereka harus berhenti menangis dan mulai tersenyum, sehingga kenangan dari pertemuan tersebut bisa lebih baik. Dia mengatakan mereka harus berpisah dalam kondisi tersenyum, bukan menangis. Sangat sulit untuk melihat hal itu,” kata Kim Jong-hwa sebagaimana dikutip CNN,Selasa (2/11).

“Kami sangat senang bertemu dan mengetahui bagaimana ia masih hidup,” kata Kim Jong-hwa tentang bibinya.

“Saya merasa lega ketika mendengar bahwa dia telah bekerja sebagai perawat dan kemudian menjadi seorang dokter, yang mungkin berarti ia memiliki kehidupan yang lebih baik ketimbang orang Korea Utara kebanyakan.”

“Namun, tetap mengejutkan saat melihatnya dan membayangkan kesulitan yang mungkin telah ia lalui,” kata Kim. “

Dia mengatakan kepada kami bahwa ketika pertemuan keluarga Korea Utara dan Selatan dimulai, ia marah karena tak seorang pun dari keluarganya yang mencarinya,” katanya.

“Itu mengejutkan kami ketika mendengar bahwa ia merasa seperti itu,” kata Kim. “Kami melakukan yang terbaik untuk menjelaskan kepadanya, kami berpikir dia telah meninggal selama perang dan bahwa kami telah mencoba untuk mencarinya, setelah kami tahu dia masih di luar sana.

Ketika dia pergi, dia bilang dia mengerti, tapi saya bertanya-tanya apa yang benar-benar dia pikirkan dan bagaimana dia sesungguhnya rasakan.”

Kim tua tidak melihat adiknya sejak tahun 1951, ketika si adik masih berusia 15 tahun. Kim tua seorang perwira polisi selama perang dan sering berada jauh dari rumah. Ketika ia kembali suatu hari, “Dia (saudrinya) telah pergi. Saya bertanya di mana dia dan ia telah diculik [oleh tentara Korea Utara]. Setelah itu, kami tidak tahu di mana dia,” kata Kim.

“Ibu saya hanya menunggu dia kembali. Dia sudah tua. Dia tidak bisa keluar untuk mencarinya. Bahkan jika dia ingin, dia tidak tahu ke mana dia bisa mencarinya,” tambah Kim. “Itu merupakan harapan yang samar-samar. Dia bertanya-tanya, apakah hari ini? Apakah besok? Dia hanya menunggu.”

Istri Kim, Kwon Bong-sook, membagi kenangannya tentang tahun-tahun traumatik itu: “Semua keluarga itu masih hidup. Tiga generasi tinggal di rumah itu dan orang-orang menunggu dia datang kembali. Namun waktu berlalu, kami tidak mampu berpikir. Ada penembakan, pemboman, para pria masuk tentara. Saya bahkan tidak tahu apakah suami saya masih hidup”

“Hidup keras. Begitulah kami hidup. Kakak dan ayah saya juga hilang. Semuanya diambil dari kami. Kami tidak memiliki makanan. Ada bom. Itu bukan kehidupan yang layak. Kami hanya mencoba untuk bertahan hidup. Setelah itu, kami pikir dia meninggal. Kami tidak pernah membayangkan dia selamat.”

Tahun lalu, Kim yang di Korea Selatan mendapat kabar melalui jalur pemerintah bahwa adiknya masih hidup, di Korea Utara. Tidak ada surat, telepon atau pertukaran e-mail yang ada di antara warga negara biasa di seberang perbatasan Korea, sehingga saudara sekandung itu menggantungkan harapan mereka pada reuni yang direstui pemerintah.

Jutaan orang Korea terpisah oleh perang yang berakhir dalam gencatan senjata, tetapi tanpa perjanjian perdamaian formal. Hubungan antara kedua negara, sejak perang itu, berlangung tidak pasti, kadang tengang, kadang relatif tenang.

Sebanyak 80.000 warga Korea Selatan telah mendaftar kepada pemerintah mereka untuk bergabung dalam program reuni, tapi 40.000 orang diperkirakan telah meninggal dunia atau putus asa, menurut Kementerian Unifikasi Korsel. Di Korea utara angkanya tidak diketahui.

Reuni keluarga pertama terjadi setelah pertemuan puncak antara kedua Korea tahun 2000. Sejak itu, 17.100 orang yang mewakili 3.500 keluarga telah dipersatukan kembali pada 17 kesempatan terpisah.


Senin, 02 Juli 2012

PANGERAN KODOK

Pada jaman dahulu kala, ketika saat itu dengan mengharapkan sesuatu, hal itu dapat terwujud, ada seorang Raja yang mempunyai putri-putri yang sangat cantik jelita, dan putrinya yang termuda begitu cantiknya sehingga matahari sendiri yang melihat kecantikan putri termuda itu menjadi ragu-ragu untuk bersinar. 

Di dekat istana tersebut terletak hutan kayu yang gelap dan rimbun, dan di hutan tersebut, di bawah sebuah pohon tua yang mempunyai daun-daun berbentuk hati, terletak sebuah sumur; dan ketika cuaca panas, putri Raja yang termuda sering ke hutan tersebut untuk duduk di tepi sumur yang dingin, dan jika waktu terasa panjang dan membosankan, dia akan mengeluarkan bola yang terbuat dari emas, melemparkannya ke atas dan menangkapnya kembali, hal ini menjadi hiburan putri raja untuk melewatkan waktu.

Suatu ketika, bola emas itu dimainkan dan dilempar-lemparkan keatas, bola emas itu tergelincir dari tangan putri Raja dan terjatuh di tanah dekat sumur lalu terguling masuk ke dalam sumur tersebut. Mata putri raja hanya bisa memandangi bola tersebut meluncur kedalam sumur yang dalam, begitu dalamnya hingga dasar sumur tidak kelihatan lagi. 

Putri raja tersebut mulai menangis, dan terus menangis seolah-olah tidak ada hyang bisa menghiburnya lagi. Di tengah-tengah tangisannya dia mendengarkan satu suara yang berkata kepadanya,
"Apa yang membuat kamu begitu sedih, sang Putri? air matamu dapat melelehkan hati yang terbuat dari batu."

Dan ketika putri raja tersebut melihat darimana sumber suara tersebut berasal, tidak ada seseorangpun yang kelihatan, hanya seekor kodok yang menjulurkan kepala besarnya yang jelek keluar dari air.
"Oh, kamukah yang berbicara?" kata sang putri; "Saya menangis karena bola emas saya tergelincir dan jatuh kedalam sumur."
"Jangan kuatir, jangan menangis," jawab sang kodok, "Saya bisa menolong kamu; tetapi apa yang bisa kamu berikan kepada saya apabila saya dapat mengambil bola emas tersebut?"
"Apapun yang kamu inginkan," katanya; "pakaian, mutiara dan perhiasan manapun yang kamu mau, ataupun mahkota emas yang saya pakai ini." "Pakaian, mutiara, perhiasan dan mahkota emas mu bukanlah untuk saya," jawab sang kodok; "Bila saja kamu menyukaiku, dan menganggap saya sebagai teman bermain, dan membiarkan saya duduk di mejamu, dan makan dari piringmu, dan minum dari gelasmu, dan tidur di ranjangmu, - jika kamu berjanji akan melakukan semua ini, saya akan menyelam ke bawah sumur dan mengambilkan bola emas tersebut untuk kamu."
"Ya tentu," jawab sang putri raja; "Saya berjanji akan melakukan semua yang kamu minta jika kamu mau mengambilkan bola emas ku."

Tetapi putri raja tersebut berpikir, "Omong kosong apa yang dikatakan oleh kodok ini! seolah-olah sang kodok ini bisa melakukan apa yang dimintanya selain berkoak-koak dengan kodok lain, bagaimana dia bisa menjadi pendamping seseorang."

Tetapi kodok tersebut, begitu mendengar sang putri mengucapkan janjinya, menarik kepalanya masuk kembali ke dalam ari dan mulai menyelam turun, setelah beberapa saat dia kembali kepermukaan dengan bola emas pada mulutnya dan melemparkannya ke atas rumput.

Putri raja menjadi sangat senang melihat mainannya kembali, dan dia mengambilnya dengan cepat dan lari menjauh. "Berhenti, berhenti!" teriak sang kodok; "bawalah aku pergi juga, saya tidak dapat lari secepat kamu!"

Tetapi hal itu tidak berguna karena sang putri itu tidak mau mendengarkannya dan mempercepat larinya pulang ke rumah, dan dengan cepat melupakan kejadian dengan sang kodok, yang masuk kembali ke dalam sumur.

Hari berikutnya, ketika putri Raja sedang duduk di meja makan dan makan bersama Raja dan menteri-menterinya di piring emasnya, terdengar suara sesuatu yang meloncat-loncat di tangga, dan kemudian terdengar suara ketukan di pintu dan sebuah suara yang berkata "Putri raja yang termuda, biarkanlah saya masuk!"

Putri Raja yang termuda itu kemudian berjalan ke pintu dan membuka pintu tersebut, ketika dia melihat seekor kodok yang duduk di luar, dia menutup pintu tersebut kembali dengan cepat dan tergesa-gesa duduk kembali di kursinya dengan perasaan gelisah. Raja yang menyadari perubahan tersebut berkata,
"Anakku, apa yang kamu takutkan? apakah ada raksasa berdiri di luar pintu dan siap untuk membawa kamu pergi?"
"Oh.. tidak," jawabnya; "tidak ada raksasa, hanya kodok jelek."
"Dan apa yang kodok itu minta?" tanya sang Raja.
"Oh papa," jawabnya, "ketika saya sedang duduk di sumur kemarin dan bermain dengan bola emas, bola tersebut tergelincir jatuh ke dalam sumur, dan ketika saya menangis karena kehilangan bola emas itu, seekor kodok datang dan berjanji untuk mengambilkan bola tersebut dengan syarat bahwa saya akan membiarkannya menemaniku, tetapi saya berpikir bahwa dia tidak mungkin meninggalkan air dan mendatangiku; sekarang dia berada di luar pintu, dan ingin datang kepadaku."

Dan kemudian mereka semua mendengar kembali ketukan kedua di pintu dan berkata, "Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untuk saya!, Apa yang pernah kamu janjikan kepadaku? Putri Raja yang termuda, bukalah pintu untukku!"
"Apa yang pernah kamu janjikan harus kamu penuhi," kata sang Raja; "sekarang biarkanlah dia masuk."

Ketika dia membuka pintu, kodok tersebut melompat masuk, mengikutinya terus hingga putri tersebut duduk kembali di kursinya. Kemudian dia berhenti dan memohon, "Angkatlah saya supaya saya bisa duduk denganmu."

Tetapi putri Raja tidak memperdulikan kodok tersebut sampai sang Raja memerintahkannya kembali. Ketika sang kodok sudah duduk di kursi, dia meminta agar dia dinaikkan di atas meja, dan disana dia berkata lagi,
"Sekarang bisakah kamu menarik piring makanmu lebih dekat, agar kita bisa makan bersama." Dan putri Raja tersebut melakukan apa yang diminta oleh sang kodok, tetapi semua dapat melihat bahwa putri tersebut hanya terpaksa melakukannya.
"Saya merasa cukup sekarang," kata sang kodok pada akhirnya, "dan saya merasa sangat lelah, kamu harus membawa saya ke kamarmu, saya akan tidur di ranjangmu."

Kemudian putri Raja tersebut mulai menangis membayangkan kodok yang dingin tersebut tidur di tempat tidurnya yang bersih. Sekarang sang Raja dengan marah berkata kepada putrinya,
"Kamu adalah putri Raja dan apa yang kamu janjikan harus kamu penuhi."

Sekarang putri Raja mengangkat kodok tersebut dengan tangannya, membawanya ke kamarnya di lantai atas dan menaruhnya di sudut kamar, dan ketika sang putri mulai berbaring untuk tidur, kodok tersebut datang dan berkata, "Saya sekarang lelah dan ingin tidur seperti kamu, angkatlah saya keatas ranjangmu, atau saya akan melaporkannya kepada ayahmu."

Putri raja tersebut menjadi sangat marah, mengangkat kodok tersebut keatas dan melemparkannya ke dinding sambil menangis, "Diamlah kamu kodok jelek!" Tetapi ketika kodok tersebut jatuh ke lantai, dia berubah dari kodok menjadi seseorang pangeran yang sangat tampan. 

Saat itu juga pangeran tersebut menceritakan semua kejadian yang dialami, bagaimana seorang penyihir telah membuat kutukan kepada pangeran tersebut, dan tidak ada yang bisa melepaskan kutukan tersebut kecuali sang putri yang telah di takdirkan untuk bersama-sama memerintah di kerajaannya.

Dengan persetujuan Raja, mereka berdua dinikahkan dan saat itu datanglah sebuah kereta kencana yang ditarik oleh delapan ekor kuda dan diiringi oleh Henry pelayan setia sang Pangeran untuk membawa sang Putri dan sang Pangeran ke kerajaannya sendiri. Ketika kereta tersebut mulai berjalan membawa keduanya, sang Pangeran mendengarkan suara seperti ada yang patah di belakang kereta. Saat itu sang Pangeran langsung berkata kepada Henry pelayan setia, "Henry, roda kereta mungkin patah!", tetapi Henry menjawab, "Roda kereta tidak patah, hanya ikatan rantai yang mengikat hatiku yang patah, akhirnya saya bisa terbebas dari ikatan ini".

Ternyata Henry pelayan setia telah mengikat hatinya dengan rantai saat sang Pangeran dikutuk menjadi kodok agar dapat ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh sang Pangeran, dan sekarang rantai tersebut telah terputus karena hatinya sangat berbahagia melihat sang Pangeran terbebas dari kutukan.